Sebagian orang berkata, ‘Hidup itu yang penting happy’. Dari situ
kemudian mereka berbuat semaunya. Mereka tidak peduli dengan segala
macam aturan. Mereka ingin hidup bahagia, tapi melakukan perbuatan
maksiat yang membahayakan dirinya di akherat. Mereka tertipu dengan
kebahagiaan sesaat yang mereka rasakan di dunia ini, sehingga mereka
tetap berani dan tetap nekad melakukan perbuatan yang dilarang agama.
Memang, hidup bahagia merupakan dambaan setiap makhluk. Namun banyak
orang yang tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa kebahagiaan hakiki
adalah kebahagiaan akherat.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ
الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main
dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui [al-‘Ankabût/29: 64]
Ketika menjelaskan maksud ayat ini, Imam Ibnu Katsîr rahimahullah
mengatakan, “Allah Azza wa Jalla berfirman (dalam rangka) memberitakan
betapa dunia itu hina, akan hancur dan akan sirna (pada saat yang telah
ditentukan). Dan dunia ini tidak kekal, dan sekedar mendatangkan
kelalaian dan bersifat permainan. Dia berfirman, “dan sesungguhnya
akherat itulah yang sebenarnya kehidupan”, maksudnya (akherat itu)
adalah kehidupan yang kekal, yang haq, yang tidak akan binasa dan tidak
sirna. Kehidupan akherat berlangsung terus-menerus selama-lamanya.
Firman-Nya (yang artinya,) “kalau mereka mengetahui”, maksudnya, jika
manusia tahu, maka sungguh mereka akan lebih mengutamakan sesuatu yang
bersifat baqa’ (kekal) daripada yang fana (akan binasa).” [Tafsir Ibnu
Katsir, surat al-‘Ankabût/29:64]
Oleh karena itu, agar tidak salah langkah, tujuan dan prioritas dalam
mengejar kebahagiaan yang kita inginkan, di sini akan kami sampaikan
beberapa hal terkait kebahagiaan di dunia dan akherat.
1. BAHAGIA DI DUNIA, BAHAGIA DI AKHIRAT
Inilah puncak kebahagiaan. Inilah yang selalu dimohon oleh hamba-hamba
Allâh Azza wa Jallayang shalih, sebagaimana tertuang dalam firman-Nya :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿٢٠١﴾ أُولَٰئِكَ لَهُمْ
نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا ۚ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Dan di antara mereka ada orang yang berdo’a, “Ya Rabb kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat dan peliharalah kami dari
siksa neraka”. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari
(amal) yang mereka usahakan; dan Allâh sangat cepat perhitungan-Nya
[al-Baqarah/2: 201-202]
Ini juga merupakan do’a dan permohonan Nabi Musa Alaihissallam dan
kaumnya yang shalih, sebagaimana yang Allâh Azza wa Jalla beritakan
dalam kitab-Nya :
وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ
(Mereka juga berdo’a), “Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia
ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada-Mu
[al-A’râf/7: 156]
Derajat tertinggi ini akan diraih oleh orang-orang yang bertaqwa dan
berbuat ihsan, sebagaimana kita ketahui bahwa ihsân adalah derajat agama
yang tertinggi, berdasarkan kandungan hadits Jibrîl Alaihissallam.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَقِيلَ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا مَاذَا أَنْزَلَ رَبُّكُمْ ۚ قَالُوا
خَيْرًا ۗ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۚ
وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ ۚ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ
Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: “Apakah yang telah
diturunkan oleh Rabbmu?” Mereka menjawab: “(Allâh telah menurunkan)
kebaikan”. Orang-orang yang berbuat ihsân (sebaik-baiknya) di dunia ini
mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akherat adalah
lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa
[an-Nahl/16: 30]
2. SENGSARA DI DUNIA, BAHAGIA DI AKHERAT
Ada lagi orang yang meraih kebahagiaan di akherat, walaupun di dunia
mendapatkan berbagai macam musibah dan ujian, bahkan kesusahan dan
kecelakaan. Jenis manusia ini diberitakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits shahîh :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ
النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ
يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ
نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ
النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ
صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ
بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا
رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ
Dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Pada hari Kiamat nanti akan
didatangkan seorang penduduk dunia yang paling banyak mendapatkan
kenikmatan, namun dia termasuk penduduk neraka. Lalu dia dimasukkan
sebentar di dalam api neraka, kemudian dia ditanya, “Hai anak Adam,
pernahkah engkau melihat kebaikan ? Pernahkah engkau mendapatkan
kenikmatan?” Maka dia menjawab, “Tidak, demi Allâh, wahai Rabbku”.
Selanjutnya, akan didatangkan seorang yang paling sengsara di dunia,
namun dia termasuk penduduk surga. Lalu dia dimasukkan sebentar ke dalam
surga, kemudian dia ditanya, “Hai anak Adam, pernahkah engkau melihat
kesengsaraan? Pernahkah engkau menderita kesusahan?” Maka dia menjawab,
“Tidak, demi Allâh, wahai Rabbku. Aku tidak pernah mendapatkan
kesengsaraan sama sekali, dan aku tidak pernah melihat kesusahan sama
sekali”. [HR. Muslim,no. 2807 dan lainnya]
3. BAHAGIA DI DUNIA, CELAKA DI AKHERAT
Hadits shahîh dari Sahabat Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu di atas juga
menjelaskan adanya jenis manusia yang berbahagia –secara lahiriyah- di
dunia, namun di akherat akan mengalami kesengsaraan yang sangat berat.
Kita lihat bahwa kebanyakan tokoh masyarakat yang berharta dan
berpangkat adalah penentang dakwah para rasul. Allâh Azza wa Jalla
berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا
إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ ﴿٣٤﴾ وَقَالُوا نَحْنُ
أَكْثَرُ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ ﴿٣٥﴾قُلْ
إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَلَٰكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi
peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk
menyampaikannya.” Dan mereka berkata, “Harta dan anak- anak kami lebih
banyak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan
diazab”.Katakanlah: “Sesungguhnya Rabbku melapangkan rezki bagi siapa
yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya).
Akan tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui” [Saba’/34: 34-36]
Cobalah perhatikan, orang kafir di bawah ini, bagaimana dia
bergembira dan berbahagia di dunia, namun di akherat dia mendapatkan
penderitaan yang tidak akan tertahan. Allâh Azza wa Jallaberfirman :
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ ﴿١٠﴾ فَسَوْفَ
يَدْعُو ثُبُورًا ﴿١١﴾وَيَصْلَىٰ سَعِيرًا ﴿١٢﴾ إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ
مَسْرُورًا ﴿١٣﴾ إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَنْ يَحُورَ
Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia
akan berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di
kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia menyangka
bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Bukan
demikian), yang benar, sesungguhnya Rabbnya selalu melihatnya.
[al-Insyiqâq/84:10-15]
Lihatlah tokoh-tokoh kafir zaman dahulu dan sekarang. Lihatlah
Fir’aun, Hâmân, Qorun, dan lainnya. Janganlah kita tidak silau dengan
kebahagiaan mereka yang bersifat sementara, tidak terperangah dengan
limpahan harta yang mereka miliki, karena tempat kembali orang-orang
kafir adalah neraka.
Oleh karena itu, jangan sampai seseorang bercita-cita meraih
kebahagiaan di dunia saja. Karena dunia itu bersifat sementara, akan
hancur dan sangat hina di sisi Allâh Azza wa Jalla. Sesungguhnya Allâh
Azza wa Jallamencela orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada-Nya
hanya untuk mendapatkan kebaikan dunia. Allâh Azza wa Jallaberfirman:
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
Maka di antara manusia ada orang yang berdo’a, “Ya Rabb kami, berilah
kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bagian (yang
menyenangkan) di akherat [al-Baqarah/2:200]
4. CELAKA DI DUNIA, CELAKA DI AKHIRAT
Jenis manusia terakhir, adalah orang yang celaka di dunia dan akherat.
Nas`alullâh as-salâmah wal ‘âfiyah. Orang yang tidak memahami dan jauh
dari ajaran Islam yang benar dan jauh dari kemudahan rezeki di dunia,
hidup sengsara, namun anehnya ia memiliki cita-cita dan keinginan yang
sangat buruk (seperti berbuat maksiat atau merusak bila memiliki
kekayaan).
Sesungguhnya keempat jenis manusia ini dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sabda beliau sebagai berikut:
وَأُحَدِّثُكُمْ حَدِيثًا فَاحْفَظُوهُ: قَالَ إِنَّمَا الدُّنْيَا
لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ:عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ
يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ
حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا
وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ
لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا
سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا
فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ
وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا
بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا
عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ
فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
Dan aku akan menyampaikan satu perkataan kepada kamu, maka hafalkanlah! Beliau bersabda: Sesungguhnya dunia itu untuk 4 orang:
• Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa harta (dari jalan
yang halal) dan ilmu (agama Islam), kemudian dia bertakwa kepada Rabbnya
pada rezeki itu (harta dan ilmu), dia berbuat baik kepada kerabatnya
dengan rezekinya, dan dia mengetahui hak bagi Allâh padanya. Hamba ini
berada pada kedudukan yang paling utama (di sisi Allâh).
• Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa ilmu, namun Dia
(Allâh) tidak memberikan rezeki berupa harta. Dia memiliki niat yang
baik. Dia mengatakan, “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat
(baik) seperti perbuatan si Fulan (orang pertama yang melakukan kebaikan
itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya
(orang pertama dan kedua) sama.
• Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa harta, namun Dia
(Allâh) tidak memberikan rezeki kepadanya berupa ilmu, kemudian dia
berbuat sembarangan dengan hartanya dengan tanpa ilmu. Dia tidak
bertakwa kepada Rabbnya padanya, dia tidak berbuat baik kepada
kerabatnya dengan hartanya, dan dia tidak mengetahui hak bagi Allâh
padanya. Jadilah hamba ini berada pada kedudukan yang paling buruk (di
sisi Allâh).
• Hamba yang Allâh tidak memberikan rezeki kepadanya berupa harta dan
ilmu, kemudian dia mengatakan: “Seandainya memiliki harta, aku akan
berbuat seperti perbuatan si Fulan (dengan orang ketiga yang melakukan
keburukan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya, dosa keduanya
sama.[HR. At-Tirmidzi, no. 2325, Ahmad 4/230-231, no. 17570; Ibnu Mâjah
no. 4228, dan lainnya, dari Dahabat Abu Kabsyah al-Anmari Radhiyallahu
anhu. Di shahîhkan Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Shahîh Sunan Ibni
Mâjah no. 3406]
Inilah berbagai jenis kebahagiaan yang ada, jangan sampai kita salah
langkah dalam memilih dan menggapai hakekat kebahagiaan. Karena
sesungguhnya orang yang berakal akan lebih mengutamakan akherat yang
kekal abadi ketimbang kenikmatan duniawi yang fana. Hanya Allâh yang
memberikan taufik. Wallâhu a’lam.
Penulis: Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Artikel www.ustadzmuslim.com