Oleh Afriza Hanifa
dakwahkreatif.com - Pakaiannya
compang-camping, lusuh, kusam. Ia berjalan dengan bantuan tongkat dan
berpura-pura pincang. Rambut dan jenggotnya dibuat semrawut. Dengan
tampang meyakinkan, tak akan ada seorang pun yang tahu bahwa ia adalah
pengemis palsu. Benar, tak ada satu pun warga yang menguak identitas
aslinya. Ia merupakan seorang ulama dari Andalusia (saat ini Spanyol dan
negara sekitar), Imam Baqi bin Mikhlad.
Saat itu ia ingin sekali belajar pada salah satu imam empat, Imam
Ahmad. Ia pun berangkat dari Eropa, menyeberangi Laut Tengah menuju
Afrika, kemudian melanjutkan perjalanan panjang ke Baghdad, Irak, tempat
tinggal Imam Ahmad. Tanpa kendaraan, Baqi yang saat itu masih berstatus
penuntut ilmu menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki. Hanya
satu tujuannya, berguru pada sang imam.
Namun, Baqi mendengar kabar mengejutkan begitu tiba di Baghdad.
Khalifah yang berkuasa saat itu jauh dari jalan Islam yang hanif. Imam
Ahmad yang vokal pada kebenaran pun bereaksi menasihati khalifah. Namun,
sang imam yang sangat mengagungkan Al-quran dan sunah justru difitnah
hingga dikucilkan. Ia juga dilarang mengajar ataupun mengumpulkan para
penuntut ilmu. Imam Ahmad dianggap menentang paham yang dianut
kekhalifahan. Sedih lah hati Baqi mendengar kondisi Imam Ahmad, guru
yang diharapkannya memberikan ilmu barang satu ayat.
****
Kendati demikian, Baqi tetap mencari rumah Imam Ahmad. Tekadnya untuk
berguru telah bulat. Ia pun melangkahkan kaki ke rumah sang imam. Saat
mengetuk pintu, ternyata Imam Ahmad lah yang membukakannya. “Wahai Abu
Abdullah, saya seorang yang datang dari jauh, pencari hadits dan penulis
sunah. Saya datang ke sini pun untuk melakukan itu,” ujar Baqi
antusias.
“Anda dari mana?” tanya Imam Ahmad.
“Dari Maghrib al-Aqsa,” jawab Baaqi.
Imam Ahmad pun menebak, “Dari Afrika?”
“Lebih jauh dari Afrika. Untuk menuju Afrika saya melewati laut dari negeri saya,” jawab Baqi.
Imam pun kaget mendengarnya, “Negeri asalmu begitu jauh. Aku sangat
senang jika dapat memenuhi keinginanmu dan mengajar apa yang kamu
inginkan. Akan tetapi, saat ini saya tengah difitnah dan dilarang
mengajar,” jawab Imam Ahmad.
****
Tak putus asa mendengarnya, Keinginan Baqi untuk berguru pada Imam Ahmad
tak mampu dibendung. Ia pun menawarkan berpura-pura menjadi pengemis.
“Saya tahu Anda tengah difitnah dan dilarang mengajar wahai Abu
Abdillah, akan tetapi tak ada yang mengenal saya di sini, saya sangat
asing di tempat ini. Jika Anda mengizinkan, saya akan mendatangi rumah
Anda setiap hari dengan mengenakan pakaian pengemis. Saya akan
berpura-pura meminta sedekah dan bantuan Anda setiap hari. Maka wahai
Abu Abdillah, masukkanlah saya ke rumah dan berilah saya pengajaran
meski hanya satu hadits,” pinta Baqi berbinar.
Melihat tekadnya yang begitu bulat dan amat giat menuntut ilmu, Imam
Ahmad pun menyanggupi. Namun, ia meminta syarat agar Baqi tak mendatangi
tempat kajian hadits ulama selain Imam Ahmad. Hal tersebut dimaksudkan
agar Baqi tak dikenal sebagai penuntut ilmu. Statusnya sebagai penuntut
ilmu sementara dirahasiakan.
Mendengar kesanggupan sang Imam, Baqi pun begitu bahagia. Ia segera
menyanggupi persyaratan itu. Hati Baqi saat itu benar-benar dipenuhi
bunga-bunga mekar nan indah. Keesokan hari, Baqi pun mulai ‘beraksi’. Ia
mengambil sebuah tongkat, membalut kepala dengan kain, dan
pernak-pernik pengemis lain. Sementara itu, sebuah buku dan alat tulis
berada di balik baju samaran nya itu.
Ketika berada di depan pintu Imam Ahmad, Baqi dengan nada memelas
akan berkata, “Bersedekahlah kepada orang miskin agar mendapat balasan
pahala dari Allah,” ujarnya. Jika mendengarnya, Imam Ahmad segera
membukakan pintu dan memasukkan Baqi ke dalam rumahnya. Di dalam rumah,
di mulailah proses pengajaran ilmu yang amat diberkahi Allah itu.
Demikian aktivitas itu dilakukan setiap hari oleh Baqi dan sang guru.
Dari proses belajar diam-diam itu, Baqi mampu mengumpulkan 300 hadits
dari Imam Ahmad.
****
Hingga kemudian jabatan kekhalifahan berganti. Seorang Suni yang faqih
beragama, al-Mutawakkil, naik menjabat sebagai khalifah. Sejak itu,
sunah pun dibumikan kembali, bid’ah peninggalan khalifah sebelumnya
segera dihapuskan. Imam Ahmad pun kembali menjadi ulama Muslimin.
Kajiannya dibuka, para penuntut ilmu berbondong-bondong datang.
Sejak itu, kedudukan Imam Ahmad makin tinggi dan terkenal. Jumlah
muridnya sangat banyak. Jika ia membuka majelis kemudian melihat Baqi,
maka Imam Ahmad segera memanggil Baqi dengan gembira. Imam Ahmad akan
meminta Baqi untuk duduk di samping beliau. “Inilah orang yang
benar-benar menyandang gelar penuntut ilmu,” ujar Imam Ahmad kepada para
muridnya. Sang Imam pun mengisahkan pengalaman Baqi yang menyamar
menjadi pengemis demi mendengar satu hadits. Baqi pun kemudian menjadi
murid terdekat Imam Ahmad. Ia di kemudian hari menjadi ulama terkenal
dari kawasan Andalusia.
Kisah tersebut nyata terjadi dan ditulis dalam biografi Imam Baqi bin
Miklad al-Andalusi. Dari kisah tersebut, tampak jelas kegigihan beliau
dalam menuntut ilmu. Kegigihan inilah yang patut dicontoh Muslimin,
terutama para pemuda. Apalagi menuntut ilmu dalam Islam itu hukumnya
wajib. Rasulullah juga pernah bersabda, “Barang siapa berjalan dalam
rangka menuntut ilmu maka akan dimudahkan jalannya menuju surga.” (HR.
Muslim). (hr/rol)